Korps Marsose: Pasukan Khusus Anti-Gerilya Kolonial Belanda
Korps Marsose, yang juga dikenal sebagai Korps Marechaussee te Voet, adalah pasukan khusus yang dibentuk oleh Belanda pada masa kolonial untuk menanggulangi perlawanan gerilya di tanah jajahan. Pembentukannya pada 26 Oktober 1814 dipicu oleh kebutuhan untuk mengatasi gerakan perlawanan rakyat yang semakin intensif, terutama di wilayah Aceh yang menjadi medan utama. Pasukan ini diberi tugas utama untuk menjaga keamanan, baik dalam konteks kepolisian maupun militer, yang bertujuan untuk memperkuat kontrol Belanda di Indonesia.
Sejarah Pembentukan dan Pencetus
Korps Marsose dibentuk oleh Pemerintah Belanda untuk menanggapi ancaman yang ditimbulkan oleh perlawanan-gerilya, terutama dalam konflik dengan rakyat Aceh. Pasukan ini pertama kali diterjunkan pada 20 April 1890 di Aceh, dan juga dikerahkan untuk menumpas perlawanan Sisingamangaraja XII di Sumatera Utara pada 1907.
Karakteristik Korps Marsose
Korps Marsose memiliki ciri khas sebagai pasukan infanteri yang terbiasa bergerak cepat dan berjalan kaki. Mereka sangat bergantung pada kemampuan mobilitas tinggi tanpa tergantung pada suplai logistik atau angkutan militer. Meskipun dilengkapi dengan senjata api, pasukan ini lebih terkenal dengan penggunaan senjata tajam seperti klewang. Mereka dikomandoi oleh seorang kapten, yang dibantu oleh seorang letnan dan 12 sersan Eropa, serta terdiri dari prajurit bumiputera yang ditransfer dari KNIL.
Tugas dan Peran Korps Marsose
Korps Marsose memiliki tugas ganda sebagai pasukan kepolisian dan militer. Mereka tidak hanya bertugas menjaga keamanan wilayah dan jalanan di wilayah jajahan Belanda, tetapi juga terlibat dalam perang besar, termasuk Perang Dunia I. Tugas mereka meliputi pengamanan wilayah, pembasmi perlawanan, dan dukungan terhadap angkatan perang Belanda.
“Londo Ireng” dan Sikap Terhadap Perlawanan
Korps Marsose sering disebut “Londo Ireng” karena peran mereka yang terkenal sangat brutal dalam menumpas perlawanan rakyat Indonesia. Istilah ini berasal dari kata “Londo” yang merujuk kepada orang Belanda dan “Ireng” yang berarti hitam, merujuk pada pakaian seragam gelap yang mereka kenakan serta pendekatan kekerasan yang mereka gunakan dalam menghadapi perlawanan.
Anggota Korps Marsose
Korps Marsose terdiri dari prajurit bumiputera yang direkrut dan dipindahkan dari KNIL, serta dilatih untuk melakukan operasi militer dan kepolisian dengan metode yang sangat keras. Mereka dilatih untuk bekerja tanpa bergantung pada dukungan logistik dan lebih mengutamakan kemampuan bertempur jarak dekat dengan senjata tajam.
Korps Marsose, dengan segala kekejaman mereka terhadap perlawanan rakyat Indonesia, mencerminkan kebijakan militer kolonial Belanda yang bertujuan menekan setiap bentuk pemberontakan guna mempertahankan kekuasaan mereka di Indonesia.


