Oleh: Muhamamd Ba’agil–Gerakan Kebangkitan Alawiyyin (Alawiyyin for Islamic Values and Empowerment – ALIVE)–
INDONESIA TODAY ONLINE -:Menjelang Muscab Rabithah Alawiyah Tuban yang akan dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2025 bukanlah sekadar agenda administratif tahunan. Ini adalah medan muhasabah kolektif, panggilan sejarah, dan momentum kebangkitan Alawiyyin di tengah arus zaman yang terus berubah. Kita tidak boleh lagi larut dalam rutinitas tanpa arah. Sudah saatnya Rabithah melompat ke garis depan perjuangan umat dengan strategi yang konkret dan berdampak.
Pertama,, pemberdayaan ekonomi Alawiyyin bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Alawiyyin menanti program nyata: koperasi berbasis komunitas, inkubasi bisnis syariah, marketplace digital yang dikelola oleh dan untuk Alawiyyin. Tidak cukup hanya dengan seminar dan pelatihan, tapi pendampingan berkelanjutan, akses permodalan, dan jejaring antarwilayah yang kokoh.
Kedua, pendidikan Alawiyyin harus mendapat perhatian luar biasa. Kita butuh beasiswa yang inklusif dan berjenjang, dari pesantren hingga kampus terbaik, baik dalam bidang keislaman maupun sains modern. Regenerasi ilmuwan, profesional, dan ulama harus dipupuk sejak dini. Pendidikan adalah kunci kebangkitan martabat, dan Alawiyyin harus hadir sebagai pelopor pencerahan.
Ketiga, budaya bukan untuk dilestarikan sebagai artefak, tapi dihidupkan dalam semangat dakwah dan akhlakul karimah. Rabithah harus mampu menjembatani warisan budaya dengan ruh Islam yang murni, tanpa tercabut dari akarnya atau terseret arus liberalisme nihil nilai.
Namun di tengah semua strategi ini, kita perlu kembali menguatkan pondasi ruhaniyah dan wasiat para salafuna ash-sholihin. Para leluhur kita, para wali dan ulama Ba’alawi, telah menanamkan jalan hidup yang berpijak pada tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), khidmah (pengabdian), dan ikhlas dalam perjuangan. Maka kepada seluruh keluarga besar Alawiyyin, jangan pernah berpaling dari garis wasiat tersebut.
Tetaplah berjalan di atas jalan yang telah digariskan oleh para pendahulu kita yang shalih.
Teguhkan niat, luruskan langkah, dan jangan silau oleh gemerlap dunia yang seringkali melenakan. Di tengah gempuran fitnah, tantangan zaman, dan godaan panggung-panggung kosong, hanya mereka yang istiqamah di jalan warisan salaf yang akan tetap kokoh dan menang.
Namun ada yang lebih genting: gaduh nasab yang makin liar dan memprihatikan.
Selama 80 tahun lebih Indonesia merdeka, tak pernah kita saksikan ulama dijadikan sasaran ujaran kebencian dan permusuhan SARA berbasis nasab oleh sekelompok da’i intoleran yang membawa-bawa agama untuk menyulut perpecahan.
Rabithah Alawiyah tidak boleh diam. Mereka yang terus menggugat nasab Ba’alawi yang telah shahih secara ijma’ adalah provokator sektarian, penumpang gelap demokrasi, dan perusak toleransi bangsa. Mereka memanfa’atkan mimbar dakwah dan lakukan pembunuhan karakter dan harga diri kolektif Ba’alawi dengan dalih “membela Islam”, padahal yang mereka tebarkan adalah fitnah, kebencian, dan disintegrasi.
Rabithah Alawiyah harus bersikap dan speak up!
RA harus mengedukasi umat, bahwa menjaga kehormatan nasab ulama bukan fanatisme, melainkan menjaga integritas sejarah, menjaga keutuhan umat, dan melindungi bangsa.
Jika yang kita bela adalah nilai luhur seperti toleransi, kebhinekaan, dan persatuan, maka bukan hanya umat Islam yang akan berdiri bersama Habaib, tapi seluruh elemen bangsa lintas iman dan budaya. Karena pada hakikatnya, kita sedang menjaga Indonesia tetap utuh dalam semangat _ukhuwah wathaniyyah._
Kini saatnya. Ba’alawi harus bicara. Rabithah harus bersikap. Indonesia terlalu berharga untuk dibiarkan pecah oleh ujaran kebencian.dan provokasi permusuhan SARA. Mari bersatu. Demi umat. Demi bangsa.
Tuban, 12 Mei 2025