Ketimpangan Penegak
INDONESIA TODAY ONLINE – Pada tahun 2023, kelompok musik punk Sukatani dari Purbalingga merilis lagu Bayar-Bayar-Bayar sebagai bentuk kritik terhadap oknum polisi nakal. Namun, akibat tekanan, mereka akhirnya mencabut lagu tersebut dan secara resmi meminta maaf kepada Kapolri serta institusi kepolisian pada 20 Februari 2025. Ini menunjukkan respons cepat aparat dalam menghadapi kritik terhadap institusinya, di mana tekanan hukum dan sosial langsung diberikan kepada pelaku.
Namun, sangat kontras dengan respons terhadap ujaran kebencian yang disebarkan oleh kelompok intoleran yang dipimpin Kyai Haji Imaduddin Utsman. Selama tiga tahun terakhir, kelompok ini secara masif menyuarakan kebencian, fitnah dan provokasi SARA terhadap komunitas Ba’alawi atau Habaib, sebuah tindakan yang jelas melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai Pancasila, dan mengancam kebhinekaan. Ironisnya, tidak ada tindakan tegas dari aparat terhadap ujaran kebencian yang jelas-jelas berpotensi merusak persatuan bangsa.
Perbedaan respons ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberpihakan dan konsistensi penegakan hukum. Jika kritik berbentuk lagu bisa segera ditindak, mengapa provokasi berbasis SARA yang jauh lebih berbahaya seolah dibiarkan? Sikap ini bukan hanya mencederai prinsip keadilan, tetapi juga memperkuat persepsi bahwa hukum bisa tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Sebagai negara yang menjunjung demokrasi dan keberagaman, Indonesia seharusnya menindak tegas segala bentuk provokasi yang dapat mengancam persatuan bangsa. Tidak boleh ada pembiaran terhadap ujaran kebencian, sama seperti tidak boleh ada tekanan berlebihan terhadap kritik yang seharusnya menjadi bagian dari kebebasan berekspresi.
Cibubur, 21 Februari 2025