Haidar Alwi Shahab
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menghadapi tantangan berat menjelang muktamar pada Februari 2025. Gagal melampaui ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pada Pemilu 2024 menjadi peringatan keras bagi partai berlambang Ka’bah ini untuk segera berbenah. Jika tidak, masa depan PPP sebagai salah satu partai politik tertua di Indonesia bisa semakin suram.
Situasi ini menuntut PPP untuk mengambil langkah-langkah strategis dengan pendekatan dan paradigma baru. Salah satu caranya adalah mengaktualisasi nilai-nilai yang relevan dengan dinamika sosial-politik masa kini. Slogan “Nasionalis Progresif” dapat menjadi arah baru yang lebih segar, inklusif, dan adaptif bagi PPP. Pendekatan ini diharapkan mampu memperluas jangkauan partai, tidak hanya kepada pemilih tradisional, tetapi juga kepada generasi muda, termasuk kaum milenial dan Gen Z, yang menjadi segmen dominan dalam struktur demografi pemilih Indonesia.
Namun, meraih simpati kaum muda bukan perkara mudah. PPP harus meninggalkan citra eksklusif dan konservatif yang selama ini lekat dan menggantikannya dengan narasi yang lebih progresif dan inovatif. Transformasi ini mencakup pembaruan platform politik, optimalisasi media sosial, dan penonjolan figur-figur muda yang inspiratif. Selain itu, PPP perlu mempertegas komitmen terhadap isu-isu yang dekat dengan generasi muda, seperti pendidikan, teknologi, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan sosial.
Muktamar mendatang menjadi momen krusial untuk menentukan arah baru PPP. Jika partai mampu memanfaatkan momentum ini dengan menghadirkan kepemimpinan yang visioner dan strategi yang terukur, harapan untuk kembali bangkit tetap terbuka. Namun, jika PPP gagal beradaptasi, pertanyaan “Quo Vadis PPP?” bisa berubah menjadi pertanda hilangnya relevansi partai ini dalam lanskap politik Indonesia.
24/11/24
