Des 2, 2025
spot_img

Surat Edaran Ijazah Palsu Menpan-RB 2015: Isyarat Lama yang Kembali Menagih Kebenaran

 

INDONESIA TODAY ONLINE – Surat Edaran Menpan-RB Nomor 3 Tahun 2015 kembali mencuat ke permukaan, seolah menjadi “hantu birokrasi” yang datang menegur di tengah riuhnya perdebatan publik soal keaslian ijazah. SE yang diterbitkan Yuddy Chrisnandi ini bukanlah regulasi, namun menjadi pedoman tegas bagi seluruh aparatur negara agar berhenti bermain dengan ijazah palsu. Pada masa itu, SE ini berdiri seperti sirene moral, peringatan keras bahwa integritas ASN bukan barang tawar-menawar.

Menariknya, Yuddy yang dikenal vokal soal integritas birokrasi justru mengalami babak dramatis dalam perjalanan politiknya. Ia pernah menceritakan momen ketika dipanggil ke Istana, di hadapan Wapres Jusuf Kalla, Mensesneg Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dengan tenang namun penuh tanya, ia bertanya kepada Presiden Jokowi: “Apakah saya diberhentikan karena kesalahan? Apakah saya melanggar sesuatu?” Namun Jokowi menjawab tegas, bahkan mengejutkan: “Tidak ada kesalahan. Saya justru berterima kasih atas tugas yang Anda emban. Pemberhentian ini murni karena alasan politik.” Sebuah jawaban yang menegaskan bahwa langkah-langkah keras terkait penertiban ijazah, sekalipun sensitif, bukanlah penyebab jatuhnya seorang menteri

Menariknya, Yuddy yang dikenal vokal soal integritas birokrasi justru mengalami babak dramatis dalam perjalanan politiknya. Ia pernah menceritakan momen ketika dipanggil ke Istana, di hadapan Wapres Jusuf Kalla, Mensesneg Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dengan tenang namun penuh tanya, ia bertanya kepada Presiden Jokowi: “Apakah saya diberhentikan karena kesalahan? Apakah saya melakukan pelanggaran?” Jokowi menjawab singkat: “Tidak ada kesalahan. Saya berterima kasih atas tugas yang Anda jalankan. Pemberhentian ini murni alasan politik.”

Dalam perspektif analisa politik, bukan mustahil bahwa ketegasan Yuddy dalam menjalankan penertiban ijazah, bersama langkah progresif Anies Baswedan di Kemendikbud, menghadirkan ketidaknyamanan tertentu bagi lingkaran kekuasaan. Bagi sebagian orang, hal ini dibaca sebagai sinyal bahwa isu ijazah palsu kala itu dapat menimbulkan resonansi politik yang tidak diinginkan. Maka, secara spekulatif, pemberhentian keduanya dapat dilihat sebagai manuver meredam potensi munculnya isu ijazah palsu secara meluas.

Narasi ini tidak menuduh siapa pun, namun menunjukkan bahwa di panggung kekuasaan, kebijakan yang menyentuh akar persoalan integritas sering kali beririsan dengan kepentingan politik. Dan dari titik itulah analisa publik berkembang: bahwa SE 2015 mungkin bukan hanya surat edaran, melainkan percikan kecil yang memicu gelombang politik di balik layar.

Kisah itu memberi warna tersendiri pada implementasi SE 2015. Sementara Yuddy menghadapi dinamika politik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Anies Baswedan justru menjadi kementerian yang paling progresif menindaklanjutinya. Dikti bergerak bak pasukan khusus administrasi: menyisir ijazah massal, membuka kembali berkas lama, dan memastikan tidak ada aparatur yang berlindung di balik ijazah abal-abal.

Kini, ketika isu ijazah kembali bergema, SE 2015 terasa seperti pesan lama yang kembali mengetuk kesadaran publik. Ia seakan bertanya: apakah penertiban itu pernah benar-benar tuntas? Atau justru tenggelam oleh arus politik yang lebih besar? Satu hal yang pasti: meski hanya bentuk surat edaran, dokumen itu memuat pesan moral yang jauh lebih kuat daripada sekadar instruksi administratif. Ia mengingatkan bangsa bahwa kepercayaan publik dibangun di atas fondasi kejujuran. Ketika kita membaca kembali SE tersebut, seolah-olah negeri ini diajak berkaca, apakah kita memilih kebenaran, atau masih bersahabat dengan kepalsuan?

Cibubur, 28 November 2025

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru

sakarya bayan escort escort adapazarı odunpazarı escort